Baleg DPR Akui Produk Legislasi Belum Maksimal
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Anna Muawanah mengakui produk legislasi belum maksimal. Tetapi hal itu tidak bisa ditimpakan sebagai kesalahan DPR semata, tetapi juga karena andil pemerintah. Karena dalam melahirkan suatu Undang-undang pemerintah memiliki andil penuh dalam pembahasan.
Hal itu diutarakannya dalam diskusi Forum Legislasi di Ruang Wartawan Gedung Nusantara III Jakarta, Selasa (12/2) siang. Diskusi yang mengambil tema tentang perkembangan pembahasan Revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD ( UU MD3) juga tampil pembicara Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Ode Ida dan pengamat hukum tata negara UI Margarito Kamis.
Menurut Anna, sebagai contoh RUU Illegal Loging, sudah hampir empat tahun hingga sekarang masih dead lock. Antar lembaga pemerintahan seperti Kementerian Kehutanan, Kepolisian dan Kejaksaan belum sinkron. Meski tinggal satu pasal saja yaitu lembaga mana yang berwenang mengawasi pembalakan liar, hampir empat tahun pula nasib RUU ini terkatung-katung.
Sedangkan dari sisi produktivitas, justru banyak yang sudah selesai RUU yang berasal dari inisiatif DPR, sementara dari pemerintah masih sedikit. Sementara itu adanya UU yang di uji materiil di Mahkamah Konstitusi, Anna mengatakan itu tidak semata-mata kesalahan DPR tetapi memang kemungkinan MK mempunyai cara pandang yang berbeda.
Wakil Ketua DPD La Ode Ida mengakui revisi UU MD3 akan menguji derajat kenegarawanan berbasis konstitusi. Selain itu menjadi tantangan untuk menciptakan harmonisasi ketiga lembaga negara di Senayan ini. “ Saya akui sudah ada evolusi, dulu dalam UU Susduk DPD hanya sebagai semacam tukang pos, pada UU MD3 sudah ada keterlibatan DPD dalam melahirkan suatu undang-undang,” katanya.
Ke depan,dia berharap dalam Revisi UU MD3 bisa diatur lebih tegas lagi DPD bisa ikut membahas RUU dalam arti sesungguhnya. Selain itu DPD juga dapat mengajukan RUU Terkait, artinya tidak diabaikan oleh DPR dan menjadi bagian dari rumusan RUU yang dihasilkan.
Usulan DPD ini mendapat dukungan pengamat hukum tata negara Margarito Kamis. Menurutnya relasi yang harus dibangun antara DPR dan DPD dalam RUU MD3 dalam rumusan “ ikut membahas” RUU artinya DPD bisa ikut membahas dari awal sampai akhir kecuali pengambilan keputusan dalam sidang paripurna. “ Kalau tidak demikian, dari segi prosedur berarti penyusunan UU tidak konstitusional,” tegas Margarito.
Dua hal yang diminta diperhatikan dalam revisi UU MD3 adalah penataan kembali Badan Anggaran. Pembahasan anggaran sampai satuan tiga (program dan proyek) adalah tugas eksekutif, jangan diamblil alih oleh legislative. Disamping itu perlunya dipertimbangkan untuk menghapus fraksi, sebab itu bukan alat kelengkapan Dewan.
“ Kalau dua soal ini bisa ditata dengan baik yang relevansi gagasannya bisa sampai 20 tahun kemudian, DPR memang memiliki kesungguhan untuk membangun system yang memiliki kekuatan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa yang akan datang,” jelas Margarito menambahkan. (mp)